LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR
REGULASI TUBUH DAN
HOMEOSTASIS
DISUSUN
OLEH
KELOMPOK
2
1.
Muh. LabibRidlo 12312241015
2.
Heru Khoirul Ummah 12312241036
3.
Alvionita 12312241024
4.
Vini Rahayu 12312241012
5.
FriyakaNurbiyanti 12312241041
6.
Yuti Yuliani 12312241039
PRODI
PENDIDIKAN IPA
LABORATORIUM
BIOLOGI DASAR
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU ENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2012
REGULASI
TUBUH
DAN HOMEOSTASIS
A.
TUJUAN
1.
Memberikan
contoh regulasi dalam tubuh manusia
2.
Menjelaskan
mekanisme thermogulasi manusia
B. DASAR TEORI
Sel-sel
tubuh hewan multiseluler hanya dapat hidup dan berfungsi dengan baik bila
mereka dibasahi dengan cairan ekstraseluler yang sesuai untuk menunjang
kelangsungan hidupnya. Ini berarti bahwa komposisi kimiawi dan keadaan fisik
darilingkungan internal harus konstan, dan hanya boleh menyimpang dalam
batas-batas sempit saja. Jadi apabila sel-sel mengambil zat-zat makanan dan
oksigen dari lingkungan internalnya, maka zat-zat esensial tersebut harus
secara konstan ditambahkan agar kelangsungan hidup sel-sel terjamin. Demikian
pul zat-zat sampah harus secara kontinyu dipindah dari lingkungan internal,
sehingga tidak sampai mencapai tingkat yang bersifat racun. Zat-zat lain
didalam lingkingan internal yang penting untuk pemeliharaan kehidupan juga
harus dipertahankan relatif konstan. (Basoeki, Soejono.1999. Fisiologi
Manusia.Malang: UNM )
Pemeliharaan
lingungan internal relatif konstan ini disebut homostasis (homeo = sama; statis
= tetap/mantap).Setiap sel memerlukan homeostasis untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya, pada giliranya, setiap sel melalui aktuvitas yang khusus
sebagai bagian dari sistem tubuh menyumbang terhadap pemeliharaan lingkungan
internal bersama dengan semua sel yang lain.Meskipun lingkungan internal harus
dijaga relatif stabil, namun tidak berarti bahwa tidak ada perubahan komposisi,
temperatur dan faktor-faktor yang lain. Faktor-faktor eksternal dan internal
secara terus menerusmengancam dan mengganggu homeostasis. Misalnya pengaruh
temperatur dingin lingkungan cenderung menurunkan temperatur internal
tubuh. Demikian pula penambahan CO2 kedalam lingkungan internal
cenderung meningkatkan konsentrasi gas tersebut di dalam tubuh. Untungnya di
dalam tubuh sudah dilengkapi dengan suatu mekanisme dimana bila suatu faktor
mulai merubah lingkungan internal menjauhi kondisi optimalnya, maka reaksi
balik yang tepatakan dilakukan untuk memperbaiki kondisi internal tersebut.
Misalnya suhu tubuh mulai turun pada hai yng dingin, maka tubuh akan menggigil,
yang secara internal menghasilkan panas untuk memperbaiki suhu tubuh ke arah
normal. Hanya yang sama, peningkatan kadar CO2 di dalam lingkungan
internal, akan memicu peningkatan aktivitas pernafasan.
Kelebihan
CO2 dihembuskan
ke lingkungan eksternal untuk mengembalikan
konsentrasi CO2 dalam cairan ekstraseluler ke arah normal. Jadi
homeostasis harus dipandang sebagai keadaan konstan yang dinamis, dimana suatu
perubahan yang terjadi diusahakan dikurangi dengan respon fisiologi pengganti.
Fluktasi kecil sekitar tingkat optimal untuk setiap faktor dalam lingkungan
internal secara normal dijaga dalam batas yang sempit dengan kehidupan, oleh
mekanisme-mekanisme regulasi. Berbagai aktivitas sistem harus diregulasikan
(diatur) dqan dikoordinasi untuk memlihara keadaan yang relatif stabil dalam
lingkungan dalam lingkungan internal melawan perubahan yang terus menerus mengancam
dan mengganggu kondisi optimal yang esensial yang menunjang kehidupan.
Selanjutnya beberapa perubahan pada faktor yang diregulasi yang terjadi selama
olahraga misalnya, dianggap normal di bawah kondisi tersebut, namun akan
menjadi abnormal apabila perubahan-perubahan tadi terjadi pada orang yang
sedang istirahat.(Fardiaz,
srikandi.1992.Microbiologi.Jakarta: Gramedia)
Di
antara faktor-faktor lingkungan internal yang harus dijaga secara homeostatik
adalah:
a.
Kondisi
molekul-molekul makanan.
Sel-sel memerlukan pasokan zat makanan yang konstan
untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar untuk menghasilkan energi metabolik yang
diperlukan guna menunjang kehidupan dan aktivitas seluler yang khusus.
b.
Konsentrasi
O2 dan CO2.
Sel memerlukan O2 untuk keperluan oksidasi
molekul-molekul zat makanan guna menghasilkan energi yang digunakan oleh sel.
sedangkanCO2 yang diproduksi selama reaksi kimia tersebut harus
diimbangi dengan pengeluaran CO2 dari paru-paru, sehingga
pembentukan asam dari CO2 tidak meningkatkan keasaman lingkungan
eksternal.
c.
Konsentrasi
zat sampah.
Berbagai reaksi kimia menghasilkan produk akhir yang
tidak dikehendaki dan memiliki efek racum pada sel-sel tubuh bila zat sampah
tersebut terakumulasi sampai diatas batas tertentu.
d.
pH.
Perubahan keasaman dalam lingkungan
internal akan mempengaruhi aktivitas sel, misalnya mempengaruhi mekanisme
sinyal listrik pada sel saraf dan aktivitas enzim dari semua sel.
e.
Konsentrasi
garam dan elektrolit yang lain.
Konsentrasi garam-garam dalam
lingkungan internal sangat penting untuk memelihara volume sel secara tepat.
Sel-sel tidak berfungsi secara normal bila sel menggelembungkan atau mengkerut.
Elektrolit yanglain menampilkan bermacam-macam fungsi vital. Misalnya, denyut
jantung yang teratur tergantung pada konsentrasi kalium (K+) dalam
cairan ekstraseluler.
f.
Suhu.
Sel-sel tubuh akan berfungsi secara
optimal di dalam rentangan suhu yang sempit. Fungsi sel sangat menurun bila berada dalam
lingkungan yang sangat dingin, dan menjadi rusak (struktur protein dan
enzimatiknya) apabila berada dalam lingkungan yang sangat panas.
g.
Volume
dan tekanan.
Sirkulasi komponen lingkungan
internal, yaitu plasma darah, harus dijaga pada volume dan tekanan darah
yang pasti, untuk menjamin distribusinya yang luas antara lingkungan internal
dan sel.Untuk menjaga homeostasis diperlukan aktivitas berbagai sistem tubuh.
Tubuh manusia mempunyai banyak sistem
organ tubuh. Sistem tersebut masing-masing melaksanakan fungsi faal tertentu.
Agar dapat melaksanakan fungsinya dan tidak terjadi benturan, maka di dalam
tubuh itu dilengkapi dengan sistem pengatur yang dikenal dengan sistem
regulasi. Sistem regulasi pada manusia dilakukan oleh sistem saraf, sistem
endokrin, dan sistem indra. Ketiganya bertugas mengatur keserasian kerja organ
tubuh. Sistem saraf menanggapin adanya perubahan lingkungan yang merangsangnya.
Sistem hormon mengatur pertumbuhan, keseimbangan internal, reproduksi, serta tingkah
laku. Alat indra merupakan penerima rangsang dari luar tubuh.
Kelainan pada termoregulasi adalah demam dan
hipotermia. Demam merupakan early warning
system pada tubuh terhadap penyakit. Apabila terjadi pelepasan toksin oleh
mikroorganisme patogen maka sel fagositosis pada sumsum tulang, leukosit
polimorfonukleus, monosit, makrofag, dan sel Kupffer akan membentuk pirogen endogen (EP), yakni suatu protein
dengan berat molekul 13.000-15.000. pembentukannya pada darah perifer
memerlukan energidan dihambat oleh inhibitor-inhibitor sintesis protein. EP
selanjutnya akan memasuki daerah preoptik hipotalamus pada otak. Masuknya EP
akan menyebabkan pelepasan prostaglandin lokal.
Prostaglandin akan meningkatkan set point termoregulasi di hipotalamus sehingga suhu tubuh
naik dan menyebabkan demam. Suhu tubuh yang terlalu tinggi dapt membahayakan
dan dapat menimbulkan heat stroke
yang dapat menyebabkan kematian. Salah satu sifat demam adalah menggigil.
Menggigil terjadikarena penempatan set point termoregulasi mendadak berubah
dari titik normal ke tinggi. Karena suhu daarh lebih rendah daripada set poin
yang terdapat pada hipotalamus maka terjadi respon autonom dengan peningkatan
suhu tubuh. Pada kasus ini, orang tersebut akan merasa kedinginan walaupun suhu
tubuh tinggi (Ganong, 1983).
Hipertermia
merupakan peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh
untuk meningkatkan pengeluaran panas
atau menurunkan produksi panas adalah hipertermia. Setiap penyakit atau trauma
pada hipotalamus dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Hipertermia
malignan adalah kondisi bawaan tidak dapat mengontrol produksi panas, yang
terjadi ketika orang yang rentan menggunakan obat-obatan anastetik tertentu.
Kemudian terdapat hipotermia,
yang merupakan pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas, mengakibatakan
hipotermia. Hipotermia
aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan tidak diketahui selama
beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35˚C, klien mengalami gemetar
yang tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menilai. Jika
suhu tubuh turun dibawah 34,4˚c, frekuensi jantung, pernapasan, dan tekanan darah
turun. Kulit menjadi sianotik. Jika hipotermia terus berlangsung, klien akan
mengalami disritmia jantung, kehilangan kesadaran dan tidak responsif terhadap
stimulus nyeri. Dalam kasus hipotermia berat, klien dapat menunjukkan tanda
klinis yang mirip dengan orang mati (misalnya tidak ada respons terhadap
stimulus dan nadi serta pernapasan sangat lemah). Termometer dengan bacaan
khusus rendah mungkin dibutuhkan karena termometer standar tidak ada angka di
bawah 35˚C. Radang beku (frosbite) terjadi bila tubuh terpapar pada suhu
dibawah normal. Daerah yang terutama rentan terhadap radang dingin adalah lobus
telinga, ujung hidung, jari, dan jari kaki. Daerah yang cedera berwarna putih
berlilin, dan kers jika disentuh Klien hilang sensasi pada daerah yang terkena.
Intervensi termasuk tindakan memanaskan secara bertahap, analgesik dan
perlindungan area yang terkena (Nursingbegin, 2008).
Pajanan yang lama terhadap sinar
matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi mekanisme
pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heatstroke, kedaruratan yang berbahaya
panas dengan angka mortalitas yang tinggi. Klien beresiko termasuk yang masih
sangat muda atau sangat tua, yang memiliki penyakit kardiovaskular,
hipotiroidisme, diabetes atau alkoholik. Yang termasuk beresiko adalah orang
yang mengkonsumsi obat yang menurunkan kemampuan tubuh untuk mengeluarkan panas
(mis. fenotiazin, antikolinergik, diuretik, amfetamin, dan antagonis reseptor
beta-adrenergik) dan mereka yang menjalani latihan olahraga atau kerja yang
berat (mis. atlet, pekerja konstruksi dan petani). Tanda dan gejala heatstroke
termasuk gamang, konfusi, delirium, sangat haus, mual, kram otot, gangguan
visual, dan bahkan inkontinensia. Tanda
lain yang paling penting adalah kulit yang hangat dan kering (Guyton,
1988).
Penderita heatstroke tidak
berkeringat karena kehilangan elektrolit sangat berat dan malfungsi
hipotalamus. Heatstroke dengan suhu yang lebih besar dari 40,5˚C
mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari semua organ tubuh. Tanda vital
menyatakan suhu tubuh kadang-kadang setinggi 45˚C, takikardia dan hipotensi.
Otak mungkin merupakan organ yang terlebih dahulu terkena karena
sensitivitasnya terhadap keseimbangan elektrolit. Jika kondisi terus berlanjut,
klien menjadi tidak sadar, pupil tidak reaktif. Terjai kerusakan neurologis
yang permanen kecuali jika tindakan pendinginan segera dimulai (Bowen,
2006).
Terdapat
11 sistem tubuh utama yang menyumbang homeostasis:
1. Sistem rangka, menunjang dan melindungi jaringan
dan organ-organ yang lemah, serta berfungsi sebagai persediaan kalsium (Ca2+),
suatu elektrolit yang dalam plasma harus dijaga dalam jumlah yang terbatas.
Bersama dengan sistem otot, sistem rangka juga memungkinkan gerakan tubuh dan
bagian-bagiannya.
2. Sitem otot, menggerakan
tulang-tulang tempat melekatnya. Dari pandangan homeostasis secara murni,
sistem ini memungkinkan suatu individu bergerak ke arah makanan atau menjauhi
bahaya. Selanjutnya panas yang ditimbulkan oleh otot rangka sangat penting bagi
regulasi suhu. Sebagai tambahan, karena otot rangka dibawah kotrol kesadaran,
memungkinkan seseorang menggunakanya untuk melakukan gerakan lain yang tidak langsung
kearah pemeliharaan homeostasis.
3. Sistem saraf,
adalah salah satu dari dua sistem kontrol tubuh yang utama. Secara umum sistem
saraf mengontrol dan mengkoordinir aktivitas tubuh yang memerlikan respon
yang cepat. Sistem ini secara khusus pentig dalam maendeteksi dam
memberikan reaksi kepada perubahan-perubahan dalam lingkungan ekstetrnal.
Selanjutnya, sistem ini bertanggung jawab pada fungsi-fungsi yang lebih
tinggiyang tidak seluruhnya langsing di bawah pemeliharaan homeostasis, seperti
kesadaran, memori (ingatan), dam kreativitas.
4. Sistem endokrin, adalah
sistem kontrol utama yang lain. Secara umum, hormon yang disekresikan
meregulasi aktivitas tubuh yang lambat, sistem ni khususnya penting dalam
mengontril konsentrasi nutrien dan pengaturan fungsi ginjal, mengontrol volume
dan komposisi elektrolit lingkungan internal.
5. Sistem sirkulasi, adalah
sistem transpor yang membawa berbagai zat seperti; zat makanan, O2,
CO2, zat sampah, elektrolit, dan hormon dari satu bagian tubuh ke
bagian tubuh yang lain.
6. Sistem kekebalan, sebagai
pertahanan melawan “penyusup” asing dan sel-sel tubuh yang telah menjadi
kangker. Sistem ini juga membuka jalan untuk memperbaiki atau mengganti sel-sel
yang luka atau usang.
7. Sistem respirasi, mengambil
O2 dari ligkungan eksternal dan mengeluarkan CO2 ke
lingkungan eksternal. Dengan mengatur kecepatan pemindahan CO2 sebagai
pembentuk asam (H2CO3), maka sistem respirasi juga
penting dalam pemeliharaan pH yang tepat dalam lingkungan internal.
8. Sistem pencernan, mencerna
makanan yang kita makan menjadi molrkul zat makanan yang siap diabsorbsi ke
dalam plasma untuk didistribusikan ke sel-sel tubuh. Sistem ini juga
mentransfer air dan elektrolit dari lingkungan eksternal ke dalam lingkungan
internal.
9. Sistem integumen, berfungsi
sebagai pelindung luar untuk melindingi kehilangan cairan internal dari tabuh
dan masuknya mikroorganisme asing ke dalam tubuh. Sistem ini juga penting dalam
meregulasi suhu tubuh. Jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh ke
lingkungan luar dapat diatur dengan mengontrol produksi keringat dan dengan
meregulasi aliran darah dan dengan meregulasi aliran darah yang membawa panas
ke kulit.
10. Sistem urinaria, mengeluarkan
zar sampah selain CO2 dam memegang peranan penting dalam meregulasi
volume, komposisi elektrolit, dan keasaman cairan ekstraseluler.
11. Sistem reproduksi, pada
dasarnya tidak esensial untuk homeostasis dan dengan demikian tidak esensial
untuk kelangsungan hidup individu. Sistem reproduksi esensial untuk pelestarian
spesies.
Untuk
menjaga homeostasis, tubuh harus mampu mendeteksi faktor-faktorpenyimpangan
dalam lingkungan internal yang perlu diatasi dengan cepat, dan harus mampu
mengontrol berbagai sistem tubuh yang bertanggung jawab untuk mengatur faktor-faktor
tersebut. Misalnya untuk memelihara konsentasi CO2 dalam cairan
ekstraseluler pada harga yang optimal, harus ada cara mendeteksi perubahan
konsentrasi CO2 dan kemudian merubah secara tepat aktivitas
respirasi, sehingga konsentrasi CO2 kembali ke tigkat yang
diinginkan. (http://mahfudzcb.wordpress.com/2010/06/03/regulasi-dan-homeostasis-dalam-tubuh/)
Terdapat
dua kategori umum dari sistem kontrol yang bekerja memelihara homeostasis,
yaitu kontrol insintrik dan eksentrik. Kontrol insintrik (insintrik berarti
“dalam”) adalah kontrol yang menyatu atau inhern pada suatu organ. Misalnya,
otot yang aktif dengan cepat memerlukan O2dan menghasilkan CO2
serta energi untuk menunjangaktivitas kontraktilnya. Aktivitas otot tersebut
cenderung menurunkan konsentrasi O2 dan meningkatkan konsentrasi CO2
di dalam otot. Keadaan tersebut akan mempengaruhi secara langsung pada
otot polos dinding pembuluh darah yang memasok O2 kepada otot.
Selanjutnya perubahan zat kimia (CO2 dan O2) menyebabkan
otot polos relaks dan pembuluh melebar menyebabkan peningkatan aliran darah ke
daerah otot yang aktif tadi. Mekanisme setempat (lokal) tersebut menyumbang
pemeliharaan tingkat optimal O2 dan CO2 dalam lingkungan
cairan internal di sekitar sel-sel otot yang aktif tadi.
Kebanyakan faktor dalam
lingkungan internal dipelihara oleh kontrol eksentrik (eksentrik berarti
“luar”), yaitu mekanisme regulasi yang berad di luar suatu organ yang mengatur
aktivitas organ tersebut. Kontrol eksentrik berbagai organ dan sistem
dilaksanakan dengan
baik oleh sistem
saraf dan sistem
endokrin, yaitu dua sistem kontrol utama dalam tubuh. Kontrol ekstrinsik
memungkinkan regulasi yang terkoordinasi dari beberapa organ ke arah tujuan
umum, tidak seperti kontrol intrinsik yang melayani sendiri satu organ dimana
gangguanitu terjadi. Mekanisme regulasi yang terkoordinasi adalah penting untuk
memelihara keadaan konstan yang dinamis dalam lingkungan internal sebagai
keseluruhan. Misalnya, untuk memperbaiki tekanan darah ke arah tingkat yang
tepat apabila tekanan tadi turun sangat rendah, maka sistem saraf secara
serentak mempengaruhi jantung dan pembuluh darah di seluruh tubuh untuk
menghasilkan tekanan darah yang normal.
Mekanisme
kontrol homeostasis berlangsung dengan prinsip umpan balik negatif (negative
feedback). Umpan balik negatif timbul bila suatu perubahan dalam suatu variabel
yang diregilasi memicu suatu respon yang melawan perubahan itu, yaitu membawa
variabel kearah yang berlawanan dengan perubahan mula-mula. Suatu analogi yang
umum dari umpan balik negatif adalah termostatis yang mengatur alat pemanas.
Suhu kamar diatur oleh aktifitas suatu alat pemanas, yaitu suatu sumber panas
yang dapat hidup (menyala) dan dapat mati (padam). Bila termostat yang sensitif
terhadap suhu mendeteksi bahwa suhu kamar turun dibawah suhu yang di
tentukan, maka termostat akan mengaktifkanpemanas dengan memproduksi panas
untukmeningkatkan suhu kamar. Begitu suhu kamar mencapai titik yang di
tentukan, termostat dam pemanas akan mati. Jadi di sini panas yang dihasilkan
oleh alat pemanas melawan atau “mengurangi” penurunan suhu semula.
Suatu
sistem umpan balik negatif homeostasis berlangsung dengan cara yang sama untuk
menjaga faktor yang terkontrol dalam suatu keadaan stabil yang relatif.
Misalnya, bila sel-sel saraf yang memonitor tekanan darah mendeteksi suatu
penurunan tekanan darah di bawah tingkat yang membahayakan, maka sistem saraf
akan mengatur serangkaian perubahan yang berlaawanan arah didalam sistem
sirkulasi untuk meningkatkan tekanan darah ke tingkat yang semestinya. Pada
saat tekanan darah meningkat sampai pada titk normal, maka masukan stimulus ke
jantung dan pembuluh darah dari sel-sel reseptor tekanan darah (baroreseptor)
akan berhenti. Hasilnya, bahwa tekanan darah tidak terus meningkat sampai
tingkat yang membahayakan. Kejadian sebaliknya akan terjadi apabila tekanan
darah meningkat diatas titk normal.
Karena
umpan balikpositif memindahkan variabel yang terkontrol bahkan menjauhi dari
keadaan stabil, maka kejadian semacam ini jarang terjadi di dalam tubuh yang
bertujuan utama menjaga keadaan stabil, yaitu konddisi homeostasis. Contoh
kejadian umpan baalik positif adalah produksi hormon oksotosin untuk kontraksi
uterus selama melahirkan. Hormon oksitosin mempengaruhi kontraksi otot uterus.
Selama uterus berkontraksi untuk mendorong bayi kearah serviks, suatu urutan
kejadian dipicu untuk membebaskan semakin banyak oksitosin, yang menyebabkan
uterus berkontraksi lebih kuat. Kontraksi uterus ini akan memicu pembebasan
lebih banyak hormon oksitosin, dan seterusnya. Siklus umpan balik positif ini
tidak akan berhenti sampai bayi lahir.
Bila
satu sistem tubuh atau lebih gagal berfungsi dengan baik, maka homeostasis akan
terganggu dan semua sel akanmenderita sebab sel-sel tidak lagi berada dalam
lingkungan yang optimal untuk hidup dan berfungsi. Bila gangguan homeostasis
menjadi semkin hebat sehingga tidk lagi sesuai untuk kelangsungan hidup, maka
hasilnya tubuhmenjadi sakit dan apabila tidak diobati dapat menyebabkan
kematian. Beberapa contoh penyakit akibat gangguan homeostasis adalah tekanan
daraah tinggi, sakit gula, asam urat, anemia, dehidrasi, dan sebagainya. Homeostasis merujuk pada ketahanan
atau mekanisme pengaturan lingkungan kesetimbangan dinamis
dalam (badan organisme) yang konstan. Homeostasis merupakan salah satu konsep
yang paling penting dalam biologi.
Bidang fisiologi dapat
mengklasifkasikan mekanisme homeostasis pengaturan dalam organisme. Umpan balik
homeostasis terjadi pada setiap organisme.Terdapat
2 jenis keadaan konstan atau mantap dalam homeostasis, yaitu:
o
Di
mana keadaan dalam yang tidak berubah seperti botol tertutup.
o
Di
mana keadaan dalam yang konstan walaupun sistem ini terus berubah contohnya
seperti sebuah kolam di dasar air terjun
C.
METODOLOGI PRAKTIKUM
1.
Tempat dan Waktu Praktikum
Tempat
Praktikum : Laboratorium Biologi,
FMIPA UNY
Waktu Praktikum : 29 November 2012
2.
Alat dan Bahan
Alat :
·
Thermometer
·
Stop watch
·
Counter
Bahan
:
·
Naracoba
3.
Prosedur Kerja
Menentukan enam orang naracoba
|
Mengukur suhu awal naracoba
|
Mengulangi langkah ke enam, tetapi dengan aktivitas yang
lebih berat (lari-lari dan naik turun tangga)
|
Mencatat hasil
dari pengamatan ke dalam tabel, kemudian meminta data dari kelompok
lain untuk kemudian di analisis.
|
Membuat tabulasi data dan mengorganisasikannya
sehingga tampak perbandingan antara data putra dan putri
|
Meminta naracoba untuk melakukan aktivitas ringan
(jalan di tempat) selam 5 – 10 menit . Kemudian mengukur suhu, frekuensi
nadi,dan frekuensi respirasi dari naracoba tersebut.
|
Mengamati ada
atau tidaknya keringat pada naracoba yang dinyatakan dengan sedikit,
banyak, atau tidak ada
|
Mengukur frekuensi respirasinya (inspirasi atau
ekspirasi) per menit
|
Mengukur frekuensi nadinya setiap menit sebagai
frekuensi nadi awal
|
D.
DATA HASIL PENGAMATAN
No
|
Naracoba
|
Aktivitas
|
Detak Jantung
( per menit
)
|
Suhu tubuh (oC)
|
Pernapasan
( per menit)
|
Berkeringat
|
1
|
Friyaka
Nurbiyanti
BB: 48 kg
TB:159 cm
|
Normal
|
84
|
36,5
|
21
|
+
|
Jalan
|
103
|
36
|
30
|
++
|
||
Lari
|
105
|
36
|
38
|
+++
|
||
Naik tangga
|
111
|
36,3
|
43
|
+++
|
||
2
|
Vini Rahayu
BB: 49 kg
TB:149 cm
|
Normal
|
83
|
36
|
24
|
+
|
Jalan
|
90
|
36
|
28
|
++
|
||
Lari
|
100
|
36
|
32
|
+++
|
||
Naik tangga
|
110
|
36,9
|
40
|
+++
|
||
3
|
Heru Khoirul Ummah
BB: 45 kg
TB:155 cm
|
Normal
|
84
|
36,5
|
27
|
-
|
Jalan
|
94
|
36,4
|
35
|
+
|
||
Lari
|
100
|
36,7
|
45
|
++
|
||
Naik tangga
|
110
|
36,8
|
47
|
+++
|
||
4
|
Yuti
BB: 44 kg
TB: 152 cm
|
Normal
|
90
|
36
|
26
|
_
|
Jalan
|
103
|
36,6
|
35
|
++
|
||
Lari
|
114
|
36,7
|
43
|
+++
|
||
Naik tangga
|
113
|
36,8
|
40
|
++
|
||
5
|
Alvionita
BB: 49 kg
TB: 161 cm
|
Normal
|
82
|
36
|
20
|
+
|
Jalan
|
89
|
36
|
30
|
++
|
||
Lari
|
94
|
36
|
40
|
+++
|
||
Naik tangga
|
97
|
36,2
|
45
|
+++
|
||
6
|
M. Labib
Ridlo
BB: 53 kg
TB: 157 cm
|
Normal
|
87
|
36
|
35
|
+
|
Jalan
|
100
|
36
|
42
|
++
|
||
Lari
|
110
|
36
|
48
|
+++
|
||
Naik tangga
|
120
|
36,6
|
58
|
+++
|
Keterangan :
-
= tidak berkeringat
+ =
agak berkeringat
++ =
sedikit berkeringat
+++ =
banyak berkeringat
E.
PEMBAHASAN
Berdasarkan
percobaan mengenai Regulasi kadar CO2 dan O2
pada tanggal 30 November 2012
di Laboratorium Biologi FMIPA UNY yang bertujuan untuk memberikan contoh
regulasi dalam tubuh manusia dan menjelaskan mekanisme thermoregulasi manusia
dapat diketahui bahwa percobaan ini menggunakan parameter atau pengukuran yang
berhubungan dengan sistem regulasi tubuh manusia,antara lain suhu tubuh,
frekuensi denyut nadi, frekuensi respirasi, dan produksi keringat.
Parameter-parameter tersebut akan dijadikan pembanding mengenai sistem regulasi
pada tubuh manusia yang akan diuji cobakan kepada 6 naracoba.
Bentuk kegiatan yang dilaksanakan yaitu melakukan percobaan dengan menunjuk beberapa naracoba, menganalisis
data yang didapat, dan membahas
pengaruh aktivitas terhadap proses regulasi dan homeostasis pada manusia serta
memberikan penjelasan perbedaan hasil percobaan antara naracoba putra dan
putri. Adapun alat-alat yang digunakan
adalahtermometer badan, stop watch, dan counter. Bahan pada praktikum kali ini yaitu
praktikan sebagai naracoba.
Pada percobaan ini, naracoba yang digunakan
haruslah ada putra dan putri, agar pada saat pengukuran dapat diketahui perbedaan
antara sistem regulasiantara perempuan dan laki-laki. Langkah-langkah yang
dilakukan dalam percobaan ini adalah mengukur parameter-paremeter yang
digunakan( suhu tubuh, frekuensi denyut nadi, frekuensi respirasi, dan produksi
keringat) sebelum naracoba melakukan aktivitas atau dalam keadan normal,
setelah melakukan aktivitas ringan ( jalan ) dan setelah melakukan aktivitas
berat (lari dan naik turun tangga).
Sebelum melakukan
aktivitas, kondisi tubuh pada keenam naracoba dipastikan dalam kondisi yang
stabil atau tidak ada gangguan dalam tubuhnya . Sedangkan perubahan yang
terjadi pada setiap parameter setelah naracoba melakukan aktivitas ringan dan
berat dapat menunjukkan adanya sistem regulasi yang terjadi pada tubuh manusia. Selain itu,adanya faktor jenis kelamin,
tinggi badan dan berat badan merupakan faktor yang mempengaruhikerja sistem
regulasi tubuh.
Prosedur kerja
dalam praktikum ini adalah menentukan naracoba yaitu putra dan putri. Dalam hal ini, ada seorang putra dan 5 orang putri.
Naracoba yang digunakan dalam menentukan sistem regulasi tubuh manusia pada
percobaan ini adalah, naracoba 1 Friyaka Nurbiyanti, naracoba 2Vini Rahayu,
naracoba 3 Heru khoirul Ummah, naracoba 4 Yuti Yuliani, naracoba 5 Alvionita
dan naracoba 6 Muhammad Labib Ridlo. Selanjutnya
mengukur suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan frekuensi pernapasan pada masing-masing naracoba. Hal ini dilakukan
sebelum melakukan kegiatan, dan data ini digunakan sebagai data awal yang menunjukkan keadaan normal,
serta mengamati ada tidaknya keringat
pada tubuhnya. Pada penentuan intensitas keringat ini dapat dinyatakan dengan
keterangan sedikit, banyak atau tidak ada.Pada penghitungan frekuensi pernapasan dilakukan dengan
cara menghitung banyaknya setiap inspirasi-ekspirasi dalam satu menit yang
dihitung oleh masing-masing naracoba.Naracoba bernapas dalam keadaan relaks.
Begitu juga dengan penghitungan frekuensi denyut jantung yang dilakukan oleh
naracoba sendiri.
Pada percobaan
pertama atau pada saat belum melakukan aktivitas dilakukan dengan mengukur
parameter pada keenam naracoba, pada saat percobaan kedua keenam naracoba
diminta untuk melakukan aktivitas ringan yaitu berjalan mengelilingi taman
laboratorium selama 5 menit tanpa
berhenti lalu langsung mengukur perubahan parameternya, untuk percobaan ketiga
keenam naracoba diminta melakukan aktivitas berat yaitu lari selama 5 menit dan
mengukur perubahan parameternya, dan untuk percobaan terakhir keenam naracoba
diminta melakukan aktivitas berat yaitu naik turun tangga selama 5 menit dan mengukur
perubahan parameternya. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat
dilihat perbedaan atau perubahan pada keadaan tubuh keenam naracoba sebelum dan
setelah melakukan aktivitas.
1.
Sebelum Melakukan Aktivitas
Putri
Naracoba 1 ( Friyaka
Nurbiyanti)
Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan dapat diperoleh data mengenai parameter
pengukuran berupa suhu tubuh, frekuensi
denyut nadi, frekuensi respirasi, dan produksi keringat. Pada naracoba 1 yang
memiliki berat badan 48 kg dan tinggi badan 159 cm dapat diperoleh data percobaan berupa suhu
awal naracoba 1 sebesar 36,5oC, frekuensi denyut nadi dalam keadaan
normal atu sebelum aktivitas adalah 84X dalam satu menit atau 84X/menit, dan
frekuensi respirasi atau pernapasan adalah 21X/menit. Sebelum melakukan
percobaan, naracoba 1 sudah timbul keringat dikarenakan sebelumnya naracoba 1
telah melakukan kegiatan ( jalan kaki ) saat berangkat ke kampus(saat melakukan aktivitas fisik, tubuh berangsur-angsur panas karena pembakaran energi
secara kimia di dalam tubuh).
Dan pada saat sebelum percobaan telah dilakukan pretest, sehingga keringat muncul dalam keadaan stress/mengalami tekanan
emosi.
Naracoba
2 ( Vini Rahayu )
Pada
naracoba 2 yang memiliki berat badan 49 kg dan tinggi badan 150 cm dapat diperoleh data percobaan berupa suhu
awal atau sebelum aktivitas sebesar 36oC,
frekuensi denyut nadi dalam keadaan normal atu sebelum aktivitas adalah 83X
dalam satu menit atau 83X/menit, dan frekuensi respirasi atau pernapasan adalah
24X/menit. Sama halnya dengan naracoba 1,
naracoba 2 telah melakukan kegiatan ( bersepeda ) saat berangkat ke
kampus(saat melakukan aktivitas fisik, tubuh berangsur-angsur panas karena pembakaran energi
secara kimia di dalam tubuh).
Dan pada saat sebelum percobaan telah dilakukan pretest, sehingga keringat muncul dalam keadaan stress/mengalami tekanan
emosi.
Naracoba 3 ( Heru
Khoirul Ummah )
Pada naracoba 3
yang memiliki berat badan 41 kg dan tinggi badan 145,5 cm dapat
diperoleh data percobaan berupa suhu awal atau sebelum aktivitas sebesar 36oC, frekuensi denyut
nadi dalam keadaan normal atu sebelum aktivitas adalah 84X dalam satu menit
atau 84X/menit, dan frekuensi respirasi atau pernapasan adalah 27X/menit. Naracoba
3 berada dalam kedaan kondisi tubuh yang stabil atau dalam kondisi yang normal,
dimana belum ada respons atau rangsangan yang menyebabkan adanya perubahan pada
suhu tubuh,frekueni denyut nadi, dan frekuensi denyut jantung. Keadaan suhu
tubuh yang masih dalam keadaan normal ini tidak merangsang kelenjar keringat
untuk mengeluarkan keringat,sehingga dapat dikatakan produksi keringat pada
naracoba 3 sebelum melakukan aktivitas tidak ada.
Naracoba 4 ( Yuti
Yuliani )
Pada naracoba 3
yang memiliki berat badan 44 kg dan tinggi badan 152 cm dapat diperoleh data percobaan berupa suhu
awal atau sebelum aktivitas sebesar 36oC,
frekuensi denyut nadi dalam keadaan normal atu sebelum aktivitas adalah 90X
dalam satu menit atau 90X/menit, dan frekuensi respirasi atau pernapasan adalah
26X/menit. Sama halnya dengan naracoba 3, naracoba 4 berada dalam kedaan
kondisi tubuh yang stabil atau dalam kondisi yang normal, dimana belum ada
respons atau rangsangan yang menyebabkan adanya perubahan pada suhu
tubuh,frekueni denyut nadi, dan frekuensi denyut jantung. Keadaan suhu tubuh
yang masih dalam keadaan normal ini tidak merangsang kelenjar keringat untuk
mengeluarkan keringat,sehingga dapat dikatakan produksi keringat pada naracoba
3 sebelum melakukan aktivitas tidak ada.
Naracoba 5 (
Alvionita )
Pada naracoba 4
yang memiliki berat badan 49 kg dan tinggi badan 161 cm dapat diperoleh data percobaan berupa suhu
awal atau sebelum aktivitas sebesar 36oC,
frekuensi denyut nadi dalam keadaan normal atu sebelum aktivitas adalah 82X
dalam satu menit atau 82X/menit, dan frekuensi respirasi atau pernapasan adalah
20X/menit. Sama halnya dengan naracoba 1,
dan naracoba 2, naracoba 5 berada dalam kedaan yan berkeringat, hal ini
dikarenakan sebelum melakukan praktikum regulasi dan homestasis ini, naracoba
telah melakukan kegiatan ( bersepeda ) saat berangkat ke kampus(saat melakukan aktivitas fisik, tubuh berangsur-angsur panas karena pembakaran energi
secara kimia di dalam tubuh).
Dan pada saat sebelum percobaan telah dilakukan pretest, sehingga keringat muncul dalam keadaan stress/mengalami tekanan
emosi.
Berdasarkan data
percobaan mengenai parameter pengukuran sistem regulasi tubuh manusia pada
naracoba putri dapat dilihat terdapat perbedaan hasil yang diperoleh. Walaupun,
naracoba 1, naracoba 2, dan naracoba 3, naracoba 4, dan naracoba 5 memiliki jenis
kelamin yang sama yaitu perempuan namun tidak menjamin sistem regulasi pada
tubuh mereka sama. Perbedaan ini terjadi karena adanya pengaruh kondisi fisik
kelima naracoba ataupun kebutuhan-kebutuhan untuk masing-masing tubuhnya. Pada
kondisi fisiknya, terdapat perbedaan berat badan pada kelima naracoba.
Naracoba pertama memiliki
berat badan yang berbeda dengan naracoba 2, yaitu lebih kecil dari berat badan
naracoba 2 sehingga frekuensi nadi dan frekuensi respirasinya pun berbeda. Pada
naracoba 1 frekuensi nadinya lebih banyak dibandingkan dengan naracoba 2. Namun,
untuk frekuensi pernapasannya naracoba 1 memiliki frekuensi pernapasan lebih lambat
dan sedikit dibandingkan
dengan naracoba 2. Sedangkan untuk naracoba 4, yang memiliki berat badan paling
sedikit dibandingkan dengan naracoba 1, naracoba 2, naracoba 3, dan naracoba 5
tercatat frekuensi denyut nadinya lebih banyak dibandingkan dengan naracoba 1,
naracoba 2, naracoba 3, dan naracoba 5 dan untuk frekuensi pernapasannya pun
cenderung lebih banyak dibandingkan dengan naracoba 1, naracoba 2, naracoba 3,
dan naracoba 5.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa
orang gemuk memiliki suhu tubuh yang lebih rendah dibandingkan orang yang
kurus. Hal
ini dikarenakan metabolisme pada orang kurus lebih tinggi. Dengan tingginya
laju metabolisme maka akan dihasilkan panas yang lebih banyak. Panas tubuh inilah yang
menyebabkan peningkatan suhu pada orang yang kurus. Sebaliknya orang gemuk
memiliki laju metabolisme yang lebih rendah sehingga panas tubuh yang
dihasilkan dari metabolisme lebih sedikit dan menyebabkan suhu lebih rendah dan menunjukkan
bahwa pada orang yang berat badannya kecil memiliki frekuensi denyut nadi dan
pernapasan yang lebih banyak dibandingkan orang yang memiliki berat badan
besar.
Selain itu,
perbedaan frekuensi denyut nadi dan jantung juga dipengaruhi karena adanya
kebutuhan yang berbeda-beda pada naracoba yang sesuai dengan keadaan tubuhnya
masing-masing.
Sedangkan untuk
pengamatan jumlah keringat, terlihat padanaracoba 3 dan naraoba 4 tidak
memproduksi keringat karena tidak adanya aktivitas yang merangsang kelenjar
keringat untuk mengekskresikan keringat, namun pada naracoba 1, naracoba 2 dan
naracoba 5 menunjukkan adanya keringat sebelum dilakukannya perobaan, hal in
dikarenakan para naracoba telah melakukan aktivitas sebelumnya seperti jalan,
lari dan bersepeda, kemudian faktor stres atau emosi akibat pretes sebelum
percobaan. Dan untuk pengukuran suhu
terlihat pada kelima naracoba memiliki suhu yang tubuh yang normal karena pada
termometer tercatat suhupada kelima naracoba berkisar 360C – 36,50C.
Putra ( Muhamad Labib Ridlo)
Dalam
pengukuran dan pengamatan pada percobaan ini hanya satu putra yang diamati
sistem regulasi pada tubuhnya. Pada naracoba putra didapatkan data mengenai suhu
tubuh atau suhu awal atau sebelum aktivitas
adalah 36oC, frekuensi denyut nadi dalam keadaan normal atu
sebelum aktivitas adalah 87X dalam satu menit atau 87X/menit, dan frekuensi respirasi
atau pernapasan adalah 35X/menit. Sama halnya dengan naracoba putri berada
dalam kedaan kondisi tubuh yang stabil atau dalam kondisi yang normal, dimana
belum ada respons atau rangsangan yang menyebabkan adanya perubahan pada suhu
tubuh,frekueni denyut nadi, dan frekuensi denyut jantung. Naracoba telah
melakukan kegiatan ( bersepeda ) saat berangkat ke kampus(saat melakukan aktivitas fisik, tubuh berangsur-angsur panas karena pembakaran energi
secara kimia di dalam tubuh).
Dan pada saat sebelum percobaan telah dilakukan pretest, sehingga keringat muncul dalam keadaan stress/mengalami tekanan
emosi.
2.
Setelah Melakukan Aktivitas Ringan ( berjalan )
Pada percobaan yang
telah dilakukan, setelah naracoba melakukan aktivitas ringan atau berjalan
mengelilingi taman laboratorium dapat diketahui terjadi perubahan pada
parameter-parameter pengukuran sistem regulasi tubuh manusia. Hasil yang
didapatkan pada percobaan adalah sebagai berikut:
·
Putri
Naracoba 1 ( Friyaka
Nurbiyanti)
2.
Setelah melakukan aktivitas ringan atau berjalan
mengelilingi taman laboratorium selama 5 menit, didapatkan hasil mengenai
parameter pengukuran berupa suhu tubuh
yaitu 360C, hal ini mununjukkan penurunan dari suhu awal sebelum
melakukan aktivitas yaitu 36,50C yang disebabkan naracoba kekurangan
nutrisi ( belum sarapan ). Kekurangan nutrisi dapat
menurunkan kecepatan metabolisme 20 – 30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel
tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Dengan demikian,
naracoba 1 yang mengalami kekurangan nutrisi
mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia).Frekuensi denyut nadinya adalah 103X/menit, frekuensi respirasi
yang diperoleh adalah 30X/menit. Pada saat naracoba 1 melakukan aktivitas
ringan atau jalan, tubuh sudah melakukan gerakan dan gerakan-gerakan ini memicu
adanya respon yang merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresi keringat.
Namun,karena aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas ringan,maka keringat
yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat tidak terlalu banyak sehingga produksi
keringat pada naracoba 1 tidak terlalu terlihat.
Naracoba 2 ( Vini
Rahayu )
Pada naracoba 2,
setelah melakukan aktivitas ringan dapat
diperoleh data percobaan berupa suhu setelah aktivitas ringan adalah sama
seperti suhu awalsebesar 36oC, frekuensi denyut nadi setelah
aktivitas ringan adalah 90X dalam satu menit atau 90X/menit, dan frekuensi respirasi
atau pernapasan adalah 28X/menit. Sama halnya dengan naracoba 1, naracoba 2 juga melakukan aktivitas ringan
atau berjalan mengelilingi taman laboratorium. Gerakan ini memicu adanya respon
yang merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresi keringat. Namun, karena
aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas ringan,maka keringat yang dikeluarkan
oleh kelenjar keringat tidak terlalu banyak sehingga produksi keringat pada naracoba
2 juga tidak terlalu terlihat.
Naracoba 3 ( Heru Khoirul Ummah )
Pada naracoba 3
dapat diperoleh data percobaan berupa suhu
setelah melakukan aktivitas ringan adalah 36,4oC. Hal ini
menunjukkan adanya penurunan suhu dari suhu awal yaitu 36,5oC yang
disebabkan naracoba kekurangan nutrisi ( belum sarapan ). Kekurangan nutrisi
dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 – 30%. Hal ini terjadi karena di
dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme.
Dengan demikian, naracoba 3
yang mengalami kekurangan nutrisi
mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia).
frekuensi denyut nadi setelah aktivitas ringan
adalah 94X dalam satu menit atau 94X/menit, dan frekuensi respirasi atau
pernapasan adalah 35X/menit. Sama halnya dengan naracoba 1, dan naracoba 2, naracoba 3 juga melakukan
aktivitas ringan atau berjalan mengelilingi taman laboratorium. Gerakan ini
memicu adanya respon yang merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresi
keringat. Namun,karena aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas ringan,maka
keringat yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat tidak terlalu banyak sehingga
produksi keringat pada naracoba 3 juga tidak terlalu terlihat.
Naracoba 4 ( Yuti
Yuliani )
Pada naracoba 4
dapat diperoleh data percobaan berupa suhu
setelah melakukan aktivitas ringan adalah berbeda dari suhu awal yaitu
36,6oC, frekuensi denyut nadi setelah aktivitas ringan adalah 103X
dalam satu menit atau 103X/menit, dan frekuensi respirasi atau pernapasan
adalah 35X/menit. Sama halnya dengan naracoba 1, naracoba 2, dan naracoba 3,
naracoba 4 juga melakukan aktivitas ringan atau berjalan mengelilingi taman
laboratorium. Gerakan ini memicu adanya respon yang merangsang kelenjar
keringat untuk mengekskresi keringat. Namun,karena aktivitas yang dilakukan
adalah aktivitas ringan,maka keringat yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat
tidak terlalu banyak sehingga produksi keringat pada naracoba 4 juga tidak
terlalu terlihat.
Naracoba 5 (
Alvionita)
Pada naracoba 5
dapat diperoleh data percobaan berupa suhu
setelah melakukan aktivitas ringan adalah sama seperti suhu awal yaitu
36oC, frekuensi denyut nadi setelah aktivitas ringan adalah 89X
dalam satu menit atau 89X/menit, dan frekuensi respirasi atau pernapasan adalah
30X/menit. Sama halnya dengan naracoba 1, naracoba 2, naracoba 3, dan naracoba 4 , naracoba 5 juga melakukan
aktivitas ringan atau berjalan mengelilingi taman laboratorium. Gerakan ini
memicu adanya respon yang merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresi
keringat. Namun,karena aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas ringan,maka
keringat yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat tidak terlalu banyak sehingga
produksi keringat pada naracoba 2 juga tidak terlalu terlihat.
Berdasarkan data
percobaan mengenai parameter pengukuran sistem regulasi tubuh manusia pada
naracoba putri dapat dilihat terdapat perbedaan hasil yang diperoleh. Walaupun,
naracoba 1, naracoba 2, naracoba 3, naracoba 4, dan naracoba 5 memiliki jenis
kelamin yang sama yaitu perempuan namun tidak menjamin sistem regulasi pada
tubuh mereka sama. Perbedaan ini terjadi karena adanya pengaruh kondisi fisik
kelima naracoba ataupun kebutuhan-kebutuhan untuk masing-masing tubuhnya. Pada
kondisi fisiknya, terdapat perbedaan berat badan pada kelima naracoba.
Naracoba 1 memiliki
berat badan yang berbeda dengan naracoba 2, yaitu lebih ringan dari berat badan
naracoba 2 sehingga frekuensi nadi dan frekuensi respirasinya pun berbeda.
Pada naracoba 1 frekuensi nadinya lebih
banyak dibandingkan dengan naracoba 2. Namun, untuk frekuensi pernapasannya
naracoba 1 memiliki frekuensi pernapasan lebih
lambat dan sedikit
dibandingkan dengan naracoba 2. Sedangkan untuk naracoba 3, yang memiliki berat
badan paling sedikit dibandingkan dengan naracoba 1 dan 2 tercatat frekuensi
denyut nadinya lebih cepat dan banyak dibandingkan dengan naracoba 1 dan 2, dan untuk
frekuensi pernapasannya pun cenderung lebih banyak dibandingkan dengan naracoba
1 dan 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada orang yang berat badannya ringan
memiliki frekuensi denyut nadi dan pernapasan yang lebih banyak dibandingkan
orang yang memiliki berat badan lebih berat.
Selain itu,
perbedaan frekuensi denyut nadi dan jantung juga dipengaruhi karena adanya
kebutuhan yang berbeda-beda pada naracoba yang sesuai dengan keadaan tubuhnya
masing-masing.
Sedangkan untuk
pengamatan jumlah keringat, terlihat pada kelima naracoba menghasilkan jumlah
keringat yang tidak terlalu banyak. Aktivitas ringan yang dilakukan akan merangsang
kelenjar keringat untuk mengekskresikan keringat. Namun, karena aktivitas yang
dilakukan termasuk aktivitas ringan maka jumlah keringat yang diekskresikan
oleh kelenjar keringat tidak terlalu banyak. Dan untuk pengukuran suhu terlihat
pada kelima naracoba terjadi peningkatan suhu dibandingkan dengan suhu normal
walaupun kenaikannya tidak terlalu besar.
·
Putra ( Muhammad Labib Ridlo)
Dalam pengukuran
dan pengamatan pada percobaan ini hanya satu putra yang diamati sistem regulasi
pada tubuhnya. Setelah naracoba putra melakukan aktivitas ringan (berjalan
mengelilingi taman laboratorium) diperoleh data mengenai suhu tubuh setelah
melakukan aktivitas ringan adalah 36oC, frekuensi denyut nadi
setelah melakukan aktivitas ringan adalah 100X dalam satu menit atau 100X/menit,
dan frekuensi respirasi atau pernapasan adalah 42X/menit. Sama halnya dengan
naracoba putri, naracoba putra juga melakukan aktivitas ringan atau berjalan
mengelilingi taman laboratorium. Gerakan ini memicu adanya respon yang
merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresi keringat. Namun,karena
aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas ringan,maka keringat yang dikeluarkan
oleh kelenjar keringat tidak terlalu banyak sehingga produksi keringat pada
naracoba putra juga terlihat sedikit.
3.
Setelah Melakukan Aktivitas Berat ( lari)
Pada pengamatan
yang telah dilakukan, setelah naracoba melakukan aktivitas berat yaitu lari
terlihat perubahan pada parameter-parameter pengukuran sistem regulasi tubuh
manusia. Hasil yang didapatkan pada percobaan adalah sebagai berikut:
·
Putri
Naracoba 1 ( Friyaka
Nurbiyanti)
Setelah melakukan
aktivitas berat yaitu lari, didapatkan hasil mengenai parameter pengukuran
berupa suhu tubuh yaitu 360C,
frekuensi denyut nadinya adalah 105X/menit, frekuensi respirasi yang diperoleh
adalah 105X/menit. Pada saat naracoba 1 melakukan aktivitas berat atau lari,
tubuh sudah melakukan gerakan dan gerakan-gerakan ini memicu adanya respon yang
merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresi keringat. Namun,karena
aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas berat ,maka keringat yang dikeluarkan
oleh kelenjar keringat pada saat tubuh berlari akan menghasilkan jumlah
keringat yang banyak.
Naracoba 2 ( Vini
Rahayu )
Pada naracoba 2,
setelah melakukan aktivitas berat yaitu lari dapat diperoleh data percobaan
berupa suhu setelah aktivitas berat
sebesar 36oC, frekuensi denyut nadi setelah aktivitas ringan
adalah 100X dalam satu menit atau 100X/menit, dan frekuensi respirasi atau
pernapasan adalah 32X/menit. Sama halnya dengan naracoba 1, naracoba 2 juga melakukan aktivitas berat
yaitu lari. Gerakan ini memicu adanya respon yang merangsang kelenjar keringat
untuk mengekskresi keringat. Namun,karena aktivitas yang dilakukan adalah
aktivitas berat ,maka keringat yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat pada
saat tubuh berlari akan menghasilkan jumlah keringat yang banyak.
Naracoba 3 ( Heru Khoirul Ummah )
Pada naracoba 3
dapat diperoleh data percobaan berupa suhu
setelah melakukan aktivitas berat adalah 36,7oC, frekuensi
denyut nadi setelah aktivitas berat adalah 100X dalam satu menit atau 100X/menit,
dan frekuensi respirasi atau pernapasan adalah 45X/menit. Sama halnya dengan
naracoba 1, dan naracoba 2, naracoba 3
juga melakukan aktivitas berat yaitu lari. Gerakan ini memicu adanya respon
yang merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresi keringat. Namun,karena
aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas berat ,maka keringat yang dikeluarkan
oleh kelenjar keringat pada saat tubuh berlari akan menghasilkan jumlah
keringat yang banyak.
Naracoba 4 ( Yuti
Yuliani )
Pada naracoba 4
dapat diperoleh data percobaan berupa suhu
setelah melakukan aktivitas berat adalah 36,7oC, frekuensi
denyut nadi setelah aktivitas berat adalah 114X dalam satu menit atau 114X/menit,
dan frekuensi respirasi atau pernapasan adalah 43X/menit. Sama halnya dengan
naracoba 1, dan naracoba 2, dan naracoba
3, naracoba 4 juga melakukan aktivitas berat yaitu lari. Gerakan ini memicu
adanya respon yang merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresi keringat.
Namun,karena aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas berat ,maka keringat
yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat pada saat tubuh berlari akan
menghasilkan jumlah keringat yang banyak.
Naracoba 5 (Alvionita)
Pada naracoba 5 dapat
diperoleh data percobaan berupa suhu
setelah melakukan aktivitas berat adalah 36oC, frekuensi
denyut nadi setelah aktivitas berat adalah 94X dalam satu menit atau 94X/menit,
dan frekuensi respirasi atau pernapasan adalah 40X/menit. Sama halnya dengan
naracoba 1, naracoba 2, naracoba 3, dan narcoba 4, naracoba 5 juga melakukan
aktivitas berat yaitu lari. Gerakan ini memicu adanya respon yang merangsang
kelenjar keringat untuk mengekskresi keringat. Namun,karena aktivitas yang
dilakukan adalah aktivitas berat ,maka keringat yang dikeluarkan oleh kelenjar
keringat pada saat tubuh berlari akan menghasilkan jumlah keringat yang banyak.
Berdasarkan
data percobaan mengenai parameter pengukuran sistem regulasi tubuh manusia pada
naracoba putri dapat dilihat terdapat perbedaan hasil yang diperoleh. Walaupun,
naracoba 1, naracoba 2, naracoba 3, naracoba 4, dan naracoba 5 memiliki jenis
kelamin yang sama yaitu perempuan namun tidak menjamin sistem regulasi pada
tubuh mereka sama. Perbedaan ini terjadi karena adanya pengaruh kondisi fisik
kelima naracoba ataupun kebutuhan-kebutuhan untuk masing-masing tubuhnya. Pada
kondisi fisiknya, terdapat perbedaan berat badan pada kelima naracoba.
Naracoba pertama
memiliki berat badan yang berbeda dengan naracoba 2, yaitu lebih ringan dari
berat badan naracoba 1 sehingga frekuensi nadi dan frekuensi respirasinya pun
berbeda. Pada naracoba 1 frekuensi
nadinya lebih banyak dibandingkan dengan naracoba 2. Namun, untuk frekuensi
pernapasannya naracoba 1 memiliki frekuensi pernapasan lebih sedikit
dibandingkan dengan naracoba 2. Sedangkan untuk naracoba 3, yang memiliki berat
badan paling sedikit dibandingkan dengan naracoba 1 dan 2 tercatat frekuensi
denyut nadinya lebih banyak dibandingkan dengan naracoba 1 dan 2, dan untuk frekuensi
pernapasannya pun cenderung lebih banyak dibandingkan dengan naracoba 1 dan 2.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pada orang yang berat badannya ringan memiliki
frekuensi denyut nadi dan pernapasan yang lebih banyak dibandingkan orang yang
memiliki berat badan lebih berat.
Selain itu,
perbedaan frekuensi denyut nadi dan jantung juga dipengaruhi karena adanya
kebutuhan yang berbeda-beda pada naracoba yang sesuai dengan keadaan tubuhnya
masing-masing.
Sedangkan untuk
pengamatan jumlah keringat, terlihat pada ketiga naracoba terlihat pengeluaran
jumlah keringat yang banyak. Hal ini disebabkan karena aktivitas berat yang
dilakukan akan merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresikan keringat.
Pada aktivitas berat (lari), akan membuat peningkatan respon kelenjar keringat
untuk mengeluarkan keringat yang lebih banyak. Sedangkan untuk kondisi suhu
tubuhnya, terjadi kenaikan pada saat naracoba melakukan aktivitas berat bila
dibandingkan dengan kondisi suhu sebelum melakukan aktivitas dan setelah
melakukan aktivitas ringan.
·
Putra ( Muhammad Labib Ridlo)
Dalam pengukuran
dan pengamatan pada percobaan ini hanya satu putra yang diamati sistem regulasi
pada tubuhnya. Setelah naracoba putra melakukan aktivitas berat yaitu lari
diperoleh data mengenai suhu tubuh setelah melakukan aktivitas berat adalah 36oC, frekuensi denyut nadi
setelah melakukan aktivitas berat adalah 110X dalam satu menit atau 110X/menit,
dan frekuensi respirasi atau pernapasan adalah 48X/menit. Sama halnya dengan
naracoba putri, naracoba putra juga melakukan aktivitas berat. Gerakan ini
memicu adanya respon yang merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresi
keringat. Namun,karena aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas berat,maka
keringat yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat lebih banyak sehingga produksi
keringat pada naracoba putra juga terlihat meningkat.
4.
Setelah Melakukan Aktivitas Berat ( naik turun tangga)
Pada pengamatan
yang telah dilakukan, setelah naracoba melakukan aktivitas berat yaitu lari
terlihat perubahan pada parameter-parameter pengukuran sistem regulasi tubuh
manusia. Hasil yang didapatkan pada percobaan adalah sebagai berikut:
·
Putri
Naracoba 1 ( Friyaka
Nurbiyanti)
Setelah melakukan
aktivitas berat yaitu lari, didapatkan hasil mengenai parameter pengukuran berupa suhu tubuh yaitu 36,30C, frekuensi
denyut nadinya adalah 111X/menit, frekuensi respirasi yang diperoleh adalah 111X/menit.
Pada saat naracoba 1 melakukan aktivitas berat atau naik turun tangga, tubuh
sudah melakukan gerakan dan gerakan-gerakan ini memicu adanya respon yang
merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresi keringat. Namun,karena
aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas berat ,maka keringat yang dikeluarkan
oleh kelenjar keringat pada saat tubuh berlari akan menghasilkan jumlah
keringat yang banyak.
Naracoba 2 ( Vini
Rahayu )
Pada naracoba 2,
setelah melakukan aktivitas berat yaitu lari dapat diperoleh data percobaan
berupa suhu setelah aktivitas berat
sebesar 36,9oC, frekuensi denyut nadi setelah aktivitas
ringan adalah 110X dalam satu menit atau 110X/menit, dan frekuensi respirasi
atau pernapasan adalah 40X/menit. Sama halnya dengan naracoba 1, naracoba 2 juga melakukan aktivitas berat
yaitu lari. Gerakan ini memicu adanya respon yang merangsang kelenjar keringat
untuk mengekskresi keringat. Namun,karena aktivitas yang dilakukan adalah
aktivitas berat ,maka keringat yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat pada
saat tubuh berlari akan menghasilkan jumlah keringat yang banyak.
Naracoba 3 ( Heru Khoirul Ummah )
Pada naracoba 3
dapat diperoleh data percobaan berupa suhu
setelah melakukan aktivitas berat adalah 36,8oC, frekuensi
denyut nadi setelah aktivitas berat adalah 110X dalam satu menit atau 110X/menit,
dan frekuensi respirasi atau pernapasan adalah 47X/menit. Sama halnya dengan
naracoba 1, dan naracoba 2, naracoba 3
juga melakukan aktivitas berat yaitu lari. Gerakan ini memicu adanya respon
yang merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresi keringat. Namun,karena
aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas berat ,maka keringat yang dikeluarkan
oleh kelenjar keringat pada saat tubuh berlari akan menghasilkan jumlah
keringat yang banyak.
Naracoba 4 ( Yuti
Yuliani )
Pada naracoba 4
dapat diperoleh data percobaan berupa suhu
setelah melakukan aktivitas berat adalah 36,8oC, frekuensi
denyut nadi setelah aktivitas berat adalah 113X dalam satu menit atau 113X/menit,
dan frekuensi respirasi atau pernapasan adalah 40X/menit. Sama halnya dengan
naracoba 1, dan naracoba 2, dan naracoba
3, naracoba 4 juga melakukan aktivitas berat yaitu lari. Gerakan ini memicu
adanya respon yang merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresi keringat.
Namun,karena aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas berat ,maka keringat
yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat pada saat tubuh berlari akan
menghasilkan jumlah keringat yang banyak.
Naracoba 5 ( Alvionita )
Pada naracoba 5
dapat diperoleh data percobaan berupa suhu
setelah melakukan aktivitas berat adalah 36,2 oC, frekuensi
denyut nadi setelah aktivitas berat adalah 97X dalam satu menit atau 97X/menit,
dan frekuensi respirasi atau pernapasan adalah 45X/menit. Sama halnya dengan
naracoba 1, naracoba 2, naracoba 3, dan narcoba 4, naracoba 5 juga melakukan
aktivitas berat yaitu lari. Gerakan ini memicu adanya respon yang merangsang
kelenjar keringat untuk mengekskresi keringat. Namun,karena aktivitas yang
dilakukan adalah aktivitas berat ,maka keringat yang dikeluarkan oleh kelenjar
keringat pada saat tubuh berlari akan menghasilkan jumlah keringat yang banyak.
Berdasarkan
data percobaan mengenai parameter pengukuran sistem regulasi tubuh manusia pada
naracoba putri dapat dilihat terdapat perbedaan hasil yang diperoleh. Walaupun,
naracoba 1, naracoba 2, naracoba 3, naracoba 4, dan naracoba 5 memiliki jenis
kelamin yang sama yaitu perempuan namun tidak menjamin sistem regulasi pada
tubuh mereka sama. Perbedaan ini terjadi karena adanya pengaruh kondisi fisik
kelima naracoba ataupun kebutuhan-kebutuhan untuk masing-masing tubuhnya. Pada
kondisi fisiknya, terdapat perbedaan berat badan pada kelima naracoba.
Naracoba pertama
memiliki berat badan yang berbeda dengan naracoba 2, yaitu lebih ringan dari
berat badan naracoba 1 sehingga frekuensi nadi dan frekuensi respirasinya pun
berbeda. Pada naracoba 1 frekuensi
nadinya lebih banyak dibandingkan dengan naracoba 2. Namun, untuk frekuensi
pernapasannya naracoba 1 memiliki frekuensi pernapasan lebih sedikit
dibandingkan dengan naracoba 2. Sedangkan untuk naracoba 3, yang memiliki berat
badan paling sedikit dibandingkan dengan naracoba 1 dan 2 tercatat frekuensi
denyut nadinya lebih banyak dibandingkan dengan naracoba 1 dan 2, dan untuk
frekuensi pernapasannya pun cenderung lebih banyak dibandingkan dengan naracoba
1 dan 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada orang yang berat badannya ringan
memiliki frekuensi denyut nadi dan pernapasan yang lebih banyak dibandingkan
orang yang memiliki berat badan lebih berat.
Selain itu,
perbedaan frekuensi denyut nadi dan jantung juga dipengaruhi karena adanya
kebutuhan yang berbeda-beda pada naracoba yang sesuai dengan keadaan tubuhnya
masing-masing.
Sedangkan untuk
pengamatan jumlah keringat, terlihat pada ketiga naracoba terlihat pengeluaran
jumlah keringat yang banyak. Hal ini disebabkan karena aktivitas berat yang
dilakukan akan merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresikan keringat.
Pada aktivitas berat (lari), akan membuat peningkatan respon kelenjar keringat
untuk mengeluarkan keringat yang lebih banyak. Sedangkan untuk kondisi suhu
tubuhnya, terjadi kenaikan pada saat naracoba melakukan aktivitas berat bila
dibandingkan dengan kondisi suhu sebelum melakukan aktivitas dan setelah
melakukan aktivitas ringan.
·
Putra ( Muhammad Labib Ridlo)
Dalam pengukuran
dan pengamatan pada percobaan ini hanya satu putra yang diamati sistem regulasi
pada tubuhnya. Setelah naracoba putra melakukan aktivitas berat yaitu lari
diperoleh data mengenai suhu tubuh setelah melakukan aktivitas berat adalah 36oC, frekuensi denyut nadi
setelah melakukan aktivitas berat adalah 110X dalam satu menit atau 110X/menit,
dan frekuensi respirasi atau pernapasan adalah 48X/menit. Sama halnya dengan
naracoba putri, naracoba putra juga melakukan aktivitas berat. Gerakan ini
memicu adanya respon yang merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresi
keringat. Namun,karena aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas berat, maka
keringat yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat lebih banyak sehingga produksi
keringat pada naracoba putra juga terlihat meningkat.
5.
Perbandingan Regulasi dan Homeostasis pada Naracoba Putra
dan Putri
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan perbedaan pada sistem regulasi dan homeostasis.Pada percobaan ini
hanya ada 5 orang putri dan 1 orang putra. Pada kelima naracoba putri dibuat
rata-rata frekuensi denyut nadi,
pernapasan, dan suhu tubuh sehingga didapatkan suhu rata-rata untuk putri.
Sedangkan naracoba putra tidak diambil rata-rata karena naracoba putra hanya
satu. Berikut adalah data dan hasil perbandingan parameter pengukuran sistem regulasi
tubuh manusia pada kelima naracoba putridan satu naracoba putra.
Penghitungan
rata-rata putri :
Sebelum beraktivitas
·
Suhu
= 36,2 oC
·
Frek
nadi =84,6X /menit
·
Frek.
Pernapasan =23,6X /menit
Aktivitas ringan (jalan di tempat)
·
Suhu
=36,2 oC
·
Frek
nadi =95,8X /menit
·
Frek.
Pernapasan = 31,6X /menit
Aktivitas berat ( lari )
·
Suhu
=36,28 oC
·
Frek
nadi =102,6X/menit
·
Frek.
Pernapasan = 39,6X /menit
Aktivitas berat ( naik turun tangga )
·
Suhu
=36,6 oC
·
Frek
nadi =108,2/menit
·
Frek.
Pernapasan = 43X /menit
Penghitungan
putra :
Sebelum aktivitas
·
Suhu
= 36oC
·
Frek.
Nadi = 87X /menit
·
Frek
pernapasan = 35X /menit
Aktivitas ringan (berjalan mengelilingi taman
laboratorium )
·
Suhu
= 36oC
·
Frek.
Nadi = 100X /menit
·
Frek
pernapasan = 42X /menit
Aktivitas berat ( lari )
·
Suhu
= 36oC
·
Frek.
Nadi = 110X /menit
·
Frek
pernapasan = 48X /menit
Aktivitas berat ( naik turun tangga )
·
Suhu
= 36,6oC
·
Frek.
Nadi = 120X /menit
·
Frek
pernapasan = 58X /menit
Berdasarkan hasil rata-rata percobaan mengenai parameter
pengukuran sistem regulasi pada tubuh manusia terlihat bahwa terdapat perbedaan
antara data percobaan putra dan putri. Keadaan ini terjadi pada saat sebelum
beraktivitas, melakukan aktivitas ringan, maupun beraktivitas berat. Apabila
dibandingkan data pada naracoba putra lebih tinggi dibandingkan dengan naracoba
putri, baik itu frekuensi respirasi maupun frekuensi nadi. Perbedaan data ini
menunjukkan bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi sistem regulasi tubuh manusia.
Faktor tersebut adalah adanya perbedaan jenis kelamin dan berat badan kedua
naracoba.
Sebelum melakukan aktivitas pada naracoba putra dan putri
terlihat bahwa adanya perbedaan mengenai frekuensi denyut nadi dan pernapasannya.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa frekuensi denyut nadi dan pernapasan pada
naracoba putra lebih tinggi dibandingkan naracoba putri. Sedangkan setelah
melakukan aktivitas ringan maupun berat, sama-sama terlihat kenaikan frekuensi
denyut nadi pada naracoba putra dan putri. Namun,ada frekuensi denyut nadi
naracoba putra cenderung lebih tinggi dibandingkan naracoba putri, hal ini
disebabkan karena tekanan systole dan diastole pada alat pemompa darah naracoba
putra tekanannya lebih tinggi sehingga menyebabkan frekuansi denyut nadinya
lebih cepat. Sedangkan pada naracoba putri tekanan systole dan diastole yang
ada di alat pemompa darah lebih rendah sehingga frekuansi denyut nadinya lebih
sedikit. Selain itu berat badan pada naracoba putra lebih berat dibandingkan
naracoba putri.Dengan perbedaan berat badan maka berbeda pula energi yang
dibutuhkan untuk bergerak.Energi didapat dari pembakaran O2 yang
didapat dari proses pernapasan.Oksigen hasil pernapasan diedarkan ke seluruh
tubuh melalui darah.Darah dipompa dari jantung ke seluruh tubuh.Tekanan systole
dan tekanan diastole adalah tekanan yang dilakukan jantung untuk mengedarkan
darah ke seluruh tubuh.Sehingga semakin banyak energi yang dibutuhkan semakin
tinggi pula frekuensi denyut nadi dan pernapasannya.
Selain faktor berat badan dan jenis kelamin, terdapat
pula faktor lain yang menyebabkan perbedaan frekuensi nadi dan pernapasan pada
naracoba putra dan putri. Pada naracoba putra frekuensi nadi dan pernapasan
lebih tinggi dari pada hasil rata-rata naracoba putri karena adanya faktor
psikis yang mempengaruhi kondisi naracoba.
Dalam pengukuran suhu tubuh, untuk suhu tubuh rata-rata
naracoba putri dan naracoba putra (pada
naracoba tidak digunakan suhu rata-rata karena naracoba hanya satu orang)
terjadi peningkatandibandingkan dengan suhu tubuh sebelum melakukan aktivitas. Kenaikan
suhu tubuh ini disebabkan karena adanya peningkatan aktivitas yang menghasilkan
panas dalam tubuh. Kenaikan suhu tubuh ini akan berpengaruh pada produksi
keringat dalam tubuh. Semakin tinggi kenaikan suhunya maka akan semakin banyak
pula keringat yang dihasilkan. Apabila dibandingkan antara naracoba putra dan
naracoba putri, kenaikan suhu tubuh pada naracoba putra sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas lebih besar dibandingkan pada naracoba putri. Hal ini juga
akan berpengaruh pada produksi keringat antara naracoba putra dan putri, dimana
produksi keringat naracoba putra lebih banyak dibandingkan dengan naracoba
putri.
Kenaikan suhu
tubuh pada naracoba putra dan putri setelah melakukan aktivitas ringan maupun berat akan
merangsang kelenjar keringat untuk mengekskresi keringat. Pengeluaran keringat
dirangsang oleh pengeluaran impuls di peptik anterior hipotalamus melalui jalur
saraf simpatik ke seluruh tubuh dan rangsangan pada saraf simpatis ke seluruh
kulit tubuh karena menyebabkan rangsangan pada saraf kolinergik kelenjar keringat
yang merangsang produksi keringat. Bila suhu lebih panas dari normal, maka
hipotalamus akan mengirimkan perintah melalui saraf simpatik yang menuju ke
pembuluh darah untuk melepaskan neuro transmitter atau adrenalin sehingga
terjadi dilatasi pembuluh darah dan aliran darah lebih lancar dan panas dapat
didistribusikan ke permukaan tubuh lebih cepat.
Suhu pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan
perempuan, karena hormon kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme
basal kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi
panas, sedangkan pada perempuan cenderung normal sehingga kecepatan
metabolismenya lebih rendah dibandingkan laki-laki. Suhu pada orang yang telah
melakukan aktifitas lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak melakukan
aktifitas, karena aktifitas akan merangsang peningkatan laju metabolisme yang
akan mengakibatkan gesekan antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi
termal. Aktifitas (latihan) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3-40°C.
Suhu pada seseorang yang gemuk (laki-laki maupun perempuan) lebih tinggi
dibandingkan suhu seseorang yang kurus, hal ini disebabkan karena individu
dengan lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena
lemak merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas
dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain. Aktivitas selain
merangsang peningkatan laju metabolisme. Perempuan normal memiliki suhu yang
lebih rendah dibandingkan dengan perempuan yang menstruasi, karena pengeluaran
hormon progesterone pada masa ovulasi akan meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3
– 0,6°C di atas suhu basal (normal) (Gunstream, 2000).
Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup
untuk mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat
ditolelir. Suhu berpengaruh kepada tingkat metabolisme. Suhu yang tinggi akan
menyebabkan aktivitas molekul-molekul semakin tinggi karena energi kinetiknya
makin besar dan kemungkinan terjadinya tumbukan antara molekul satu dengan
molekul lain semakin besar pula. Akan tetapi, kenaikan aktivitas metabolisme
hanya akan bertambah seiring dengan kenaikan suhu hingga batas tertentu saja.
Hal ini disebabkan metabolisme di dalam tubuh diatur oleh enzim (salah satunya)
yang memiliki suhu optimum dalam bekerja. Jika suhu lingkungan atau tubuh
meningkat atau menurun drastis, enzim-enzim tersebut dapat terdenaturasi dan
kehilangan fungsinya (Biofagri, 2007)
Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh adalah
kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda, hal ini memberi dampak
jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Sebagaimana disebutkan
pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju metabolisme. Kedua
rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi 100%
lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak
coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hampir seluruh
metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf
simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi
epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme. Ketiga hormon
pertumbuhan ( growth hormone ) dapat menyebabkan peningkatan kecepatan
metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga meningkat.
Keempat, fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hampir semua reaksi
kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju
metabolisme menjadi 50-100% diatas normal. Kelima hormon kelamin pria dapat
meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-kira 10-15% kecepatan normal,
menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih
bervariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran hormon progesterone pada masa
ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C di atas suhu basal. Keenam
proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme sebesar
120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C. Ketujuh nutrisi, malnutrisi yang cukup
lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 – 30%. Hal ini terjadi karena di
dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme.
Dengan demikian, orang yang mengalami malnutrisi mudah mengalami penurunan suhu
tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan lemak tebal cenderung
tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak merupakan isolator yang cukup
baik, dalam arti lemak menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan
jaringan yang lain. Kedelapan, aktivitas selain merangsang peningkatan laju
metabolisme, mengakibatkan gesekan antar komponen otot / organ yang
menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh
hingga 38,3 – 40,0 °C. Kesembilan, kerusakan organ seperti trauma atau
keganasan pada hipotalamus, dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh
mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi
infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah
kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme pengaturan suhu
tubuh terganggu. Kesepuluh, suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan
lingkungan, artinya panas tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan
yang lebih dingin. Begitu juga sebaliknya, lingkungan dapat mempengaruhi suhu
tubuh manusia. Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian
besar melalui kulit. Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena
panas diedarkan melalui pembuluh darah dan juga disuplai langsung ke fleksus
arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa yang mengandung banyak otot.
Kecepatan aliran dalam fleksus arteriovenosa yang cukup tinggi (kadang mencapai
30% total curah jantung) akan menyebabkan konduksi panas dari inti tubuh ke
kulit menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit merupakan radiator panas yang
efektif untuk keseimbangan suhu tubuh (Nursingbegin, 2008).
Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus
anterior terdapat tiga komponen pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas,
yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan saraf eferen serta termoregulasi dapat
menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih
tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya (firebiologi, 2007)
Mekanisme pengaturan suhu tubuh merupakan
penggabungan fungsi dari organ-organ tubuh yang saling berhubungan. didalam
pengaturan suhu tubuh mamalia terdapat dua jenis sensor pengatur suhu, yautu
sensor panas dan sensor dingin yang berbeda tempat pada jaringan sekeliling
(penerima di luar) dan jaringan inti (penerima di dalam) dari tubuh.Dari kedua
jenis sensor ini, isyarat yang diterima langsung dikirimkan ke sistem saraf
pusat dan kemudian dikirim ke syaraf motorik yang mengatur pengeluaran panas
dan produksi panas untuk dilanjutkan ke jantung, paru-paru dan seluruh tubuh.
Setelah itu terjadi umpan balik, dimana isyarat, diterima kembali oleh sensor
panas dan sensor dingin melalui peredaran darah. Sebagian panas hilang melalui
proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi
menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. dan modifikasi sistim sirkulasi di
bagian kulit. Kontriksi pembuluh darah di bagian kulit dan countercurrent heat
exchange adalah salah satu cara untuk mengurangi kehilangan panas tubuh
(firebiologi, 2007).
|
Gambar
1. Mekanisme Termoregulasi (firebiologi,
2007).
Termoregulasi merupakan respon refleks dan
semirefleks yang mencakup perubahan autonom, somatik, endokrin, dan tingkah
laku. Penyesuaian termoregulatoris menyakut respon local dan respon refleks
yang lebih umum. Respon refleks yang diaktifkan oleh dingin diatur dari
hipotalamus posterior, sedangkan yang panas diatur dari hipotalamus anterior.
Perangsangan hipotalamus anterior akan menyebabkan vasodilatasi pada kulit dan
berkeringat, lesi pada daerah ini akan menyebabkan hipertermia, dengan suhu
rectum mencapai 43°C. Perangsanagn pada hipotalamus posterior akan menyebabkan
menggigil, dan suhu tubuh turun mencapai suhu lingkunganya (Ganong, 1983).
Suhu tubuh tergantung pada neraca keseimbangan
antara panas yang diproduksi atau diabsorbsi dengan panas yang hilang. Panas
yang hilang dapat berlangsung secara radiasi, konveksi, konduksi dan evaporasi.
Radiasi adalah transfer energi secara elektromagnetik, tidak memerlukan medium
untuk merambat dengan kecepatan cahaya. Konduksi merupakan transfer panas
secara langsung antara dua materi padat yang berhubungan lansung tanpa ada
transfer panas molekul. Panas menjalar dari yang suhunya tinggi kebagian yang
memiliki suhu yang lebih rendah. Konveksi adalah suatu perambatan panas melalui
aliran cairan atau gas. Besarnya konveksi tergantung pada luas kontak dan
perbedaan suhu. Evaporasi merupakan konveksi dari zat cair menjadi uap air,
besarnya laju konveksi kehilangan panas karena evaporasi (Martini, 1998).
F.
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa :
ü
Contoh sistem regulasi pada tubuh manusia
v Bertambahnya frekuensi nadi.
v Bertambahnya frekuensi pernapasan.
v Bertambahnya suhu.
v Munculnya keringat.
ü Mekanisme
thermogulasi manusia :
Bila suhu lebih panas dari normal, maka otak mengaktifkan
termostat pada hipotalamus, yang akan mengirimkan perintah melalui saraf
simpatik yang menuju ke pembuluh darah untuk melepaskan neuro transmitter atau
adrenalin sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah dan aliran darah lebih
lancar dan panas dapat didistribusikan ke permukaan tubuh lebih cepat. Selain
itu perintah juga disampaikan ke kelenjar keringat yang akan membuka dan
mempercepat proses penguapan yang membutuhkan panas, akibatnya suhu tubuh
berkurang dan kembali ke suhu normal.
Bila suhu lebih dingin dari normal, maka termostat di
hipotalamus mengatifkan mekanisme pemanasan, kemudian pembuluh darah kulit
menyempit ( vasodiskontriksi), mengalirkan darah dari kulit ke jaringan yang
lebih dalam dan mengurangi hiangnya panas dari permukaan kulit, selin itu otot
rangka juga diaktifkan, akibatnya timbul gerak menggigil yang membangkitkan
lebih banyak panas, akhirnya suhu tubuh meningkat dan termostat mematikan
mekanisme pemanasan.
G.
DAFTAR
PUSTAKA
Campbell.2004.
Biologi Jilid 3.Jakarta : Erlangga
Fardiaz,
srikandi.1992.Microbiologi.Jakarta: Gramedia
Ganong, W.F. 1983. Review of Medical Physiology. Lange
Medical Publications. California.
Gunstream,S.E.2000.Anatomy
and Phisiology with Integrated Study Guide 2nd Edition.McGraw
Hill Company.USA
Guyton, A.C. 1988.
Fisiologi Kedokteran. EGC:
Penerbit Buku Kedokteran . Jakarta
Marieb,
E.N., K.Hoehn. 2007. Human Anatomy and
Physiology 7th Edition. Pearson Education,
Inc: San Francisco.
Martini.
1998. Fundamental of Anatomy and Physiology
4th ed. Prentice Hall International
Inc., New Jersey
Soemolo.2000.Pengantar
Fisiologi Hewan. Jakarta : DIKTI
Anonim.2010. Regulasi
dan homeostasis dalam-tubuh. Diunduh dari http://mahfudzcb.wordpress.com/2010/06/03/regulasi-dan-homeostasis-dalam- tubuh/,pada
tanggal 20 nov 2011.
Anonim.Homeostasis.Diunduhdari
http://id.wikipedia.org/wikipedia/homeostasis,pada tanggal
20 november 2011
Basoeki, Soejono.1999. Fisiologi
Manusia.Malang: UNM
Biofagri,A.R.2007.Termoregulasi.http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-biofagriar-26422
. diakses pada tanggal 26 April 2010
Bullock,
J. 2001. Physiology 4th
Edition. Lippincott Williams and Wilkins.USA.
Bowen,R.2006.Human
Physiology. http://www.humannervoussystem.info/.
html. Diakses
pada tanggal 3 Desember 2012
Firebiologi. 2007. Termoregulasi (Pengaturan Suhu Tubuh). www.wordpress.com.
Diakses
pada tanggal 26 April 2010
Mahfudz.2010.Regulasi dan Homeostasis dalam Tubuh.http
: // mahfudzcb. wordpress.
com//regulasi-dan-homeostasis-dalam-tubuh/. Di akses pada tanggal2010/06/03
Nursingbegin.2008.Regulasi Suhu Tubuh. http://www.NursingBegin.com/.
html. Diakses
pada tanggal 3 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar